Rabu, 29 April 2015

Seni Budaya Masyarakat Sukamara

Masyarakat Sukamara termasuk masyarakat yang sangat menghargai seni budaya, ini dibuktikan dengan terdapatnya keragaman budaya yang dimiliki. Hal ini dikarenakan juga masyarakatnya yang multi etnis, sehingga dapat memperkaya kasanah budaya setempat. Adapun seni budaya yang masih dilestarikan seperti : 

·         Adat Mandi 7 Bulan Bagi Wanita Hamil 
·         Seni Kasidah/Rabana A’syura, 
·         Do’a Kasah/Tolak bala,
·         Pawai Lampion (Tanglung),
·         Babolin,
·         Pencak Silat,
·         Bola api,
·         Barayah,
·         Belogoan,
·         Bagondang, dan
·         Betawakan.


Gambar dan penjelasannya :


BETAWAKAN
Pada sore Idul Adha di sungai Jelai Sukamara diadakan kegiatan yang disebut dengan “Betawakan”, dimana beberapa klotok yang berisi anak-anak remaja hilir mudik dan para remaja tersebut saling melemparkan plastik berisi air berwarna. Peserta yang kena lemparan tidak boleh marah karena ini adalah tradisi yang selalu dilakukan setiap Lebaran. Acara ini juga ditonton oleh masyarakat di pinggiran sungai Jelai yang terkadang juga ikut melempari peserta betawakan dengan plastik berisi air kesumba (air berwarna).
BAGONDANG

Tarian penyambutan tamu Khas Dyak Tomun
BARAYAH

Melantunkan lagu-lagu sakral khas Dayak

BOLA API
Permainan ini hampir sama dengan permainan sepak bola. Namun, yang membedakan dengan permainan sepak bola yaitu pada bola yang digunakan untuk bermain merupakan bola yang berapi. Bolanya dapat terbuat dari bongkahan sabuk kelapa tua yang telah  kering dengan terlebih dahulu airnya dibuang lalu bongkahan tersebut direndam menggunakan minyak tanah. Tujuannya supaya minyak meresap kedalam serat-serat bola kelapa tersebut. Supaya lebih seru lagi permainan ini dimainkan pada malam hari. Ini memiliki keindahan tersendiri, karena penerangan hanya menggunakan lampu seadanya dan cahaya kebanyakan bersumber dari bola api yang dimainkan.

BABOLIN

Babolin merupakan aliran kepercayaan yakni kepercayaan meyakini bahwa hidup merupakan anugerah tuhan sehingga wajib menyadari peranannya di dunia ini. Begitu juga pengendalian diri dalam menjalani kehidupannya harus diutamakan dengan menganut pada ketentuan dan norma para leluhur. Untuk kegiatan ritualnya, penganut aliran kepercayaan babolin melakukannya dengan menghadap kearah timur sambil memohon petunjuk dalam upaya menghindari bencana guna mencapai kebahagiaan hidup.
MANDI 7 BULAN BAGI WANITA HAMIL

Siraman 7 bulanan atau yang lebih sering disebut mandi-mandi,merupakan kebudayaan yang sampai sekarang masih terus dilakukan oleh keluarga kami.Biasanya mandi-mandi ini sering dilaksanakan ketika seorang ibu hamil 7 bulan,dimana keluarga kami percaya bahwa mandi-mandi ini dapat melindungi ibu dan calon bayi yang akan lahir tersebut dan bebas dari gangguan hal-hal yang tidak di inginkan.Biasa nya mandi-mandi ini dibuat seperti acara sykuran dan sanak saudara dan kerabat diundang untuk hadir.
PAWAI TANGLUNG

Satu hari menjelang Idul Adha, malam harinya masyarakat disini mengadakan takbiran keliling atau biasa disebut dengan pawai tanglung. Pesertanya dari anak sekolah, remaja mesjid dan masyarakat umum.
DO’A KASAH (tolak bala)

Do’a Kasah biasanya dilakukan secara berkumpul dan bersama-sama. Dengan harapan kepada Tuhan agar terjauhkan dari hal-hal buruk untuk diri sendiri, keluarga dan orang lain.
BELOGOAN

Belogo merupakan permainan tradisional suku dayak yang terbuat dari kepingan tempurung kelapa dengan berbentuk segi tiga, permainan ini mengandalkan akurasi dalam membidik sasaran menggunakan lontaran Lugu yang satu ke Lugu lainnya.

TARIAN HADRAH

Tarian Hadrah yaitu kesenian tradisional daerah yang bersifat keagamaan berupa tari-tarian yang diiringi oleh pembacaan Shalawat dan Rebana, biasanya dimainkan pada saat perkawinan dan peringatan keagamaan.

SUKAMARA

SUKAMARA








Sejarah Sukamara

Sejarah Sukamara 

Sekitar tahun 1800, datanglah perantau bernama DATOK NAHKODA MUHAMAD TALIB dan istrinya ke suatu tempat yang pada saat itu masih belum berpenghuni. Asal beliau dari sungai Kedayan Brunai Darussalam, yang kemudian membuka sebuah pemukiman. Karena wilayah tersebut masih dalam kekuasaan Raja Kotawaringin, maka diutuslah seorang menteri kerajaan bernama Pangeran PRABUWIJAYA untuk membantu menata kehidupan didaerah tersebut. Singkat cerita, musyawarah pangeran dengan masyarakat setempat menghasilkan kesepakatan bahwa nama kampung yang mereka huni bernama JELAI KERTA JAYA.
Memasuki tahun 1920, keadaan kampung pun semakin berkembang berikut jumlah penduduknya. Karena itu, diambillah sebuah keputusan untuk merubah nama kampung tersebut menjadi SOEKAMARA yang berarti masyarakat yang suka dengan kemajuan. Kata Soekamara sendiri secara terpisah menjadi Soeka yang berarti Suka dan Mara yang berarti maju dan menurut catatan sejarah, wilayah Sukamara resmi menjadi sebuah kampung pada masa pemerintahan Raja IX (RATU IMADUDDIN) pada tahun 1835 yang kemudian berganti pimpinan dari masa ke masa.
Seiring berjalannya waktu, dengan dasar Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 821.26-246 tertanggal 28 Mei 1983 diangkat dan ditetapkan M. Ahyar, BA sebagai Pembantu Bupati Wilayah Kerja Sukamara yang berkedudukan di Sukamara. Dan sesuai dengan tuntutan reformasi seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang menginginkan terwujudnya sistem desentralisasi dan dekonsentrasi, maka Sukamara bersama dengan delapan daerah lainnya di Propinsi Kalimantan Tengah diusulkan menjadi sebuah Kabupaten Definitif oleh DPRD Provinsi Kalimantan Tengah ke Pemerintah Pusat.
Melalui sidang paripurna DPR RI tanggal 11 April 2002, perwujudan sebuah Kabupaten yang telah lama dinantikan tersebut akhirnya terjawab dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2002 tentang delapan Kabupaten baru di Kalimantan Tengah. Dan peresmian Kabupaten Sukamara oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia tersebut dilaksanakan di Jakarta dengan Pejabat Bupati Drs. H. Nawawi Mahmuda. Selanjutnya, berdasarkan hasil sidang DPRD Kabupaten Sukamara yang pertama terpilih dan ditetapkan lah Drs. H. Nawawi Mahmuda sebagai Bupati Sukamara periode pertama.

Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau
Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di atas berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan ditambahkan:
  • rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau; 
  • rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan 
  • rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah. 

Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.

Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud di atas disesuaikan dengan sebaran p
enduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang.